Book
Pengetahuan Lokal dalam Keberlanjutan Pengelolaan Air
Hardin berpendapat bahwa sumber daya alam yang dimanfaatkan secara kolektif dan tidak jelas kepemilikannya tidak akan dijaga dan dikelola baik oleh siapapun. Setiap orang akan cenderung mengeksploitasi sampai habis. Maka terjadilah tragedi. Menurut Hardin, hanya satu cara mencegah tragedi tersebut: memperjelas hak atas sumber-sumber, termasuk kepemilikan, agar ada yang ‘bertanggungjawab'. Lebih lanjut, hanya dua pihak yang bisa bertanggungjawab: negara atau swasta.
Walau banyak menuai kritik sejak awalnya, sampai lima dekade kemudian kita masih melihat bukti – bukti pengejewantahan argumen Hardin ini, termasuk dalam hal pengelolaan air. Pengelolaan dilakukan semata oleh pemerintah atau swasta yang penuh problema. Masyarakat Nusa Tenggara Timur, Indonesia, tidak asing dengan carut marut pelayanan air bersih oleh pemerintah, dan masih ditambah dengan konflik pengelolaan antar pemerintah daerah. Di tempat lain yang air dikelola swasta, banyak keluhan tentang harga yang mahal.
Buku ini menyodorkan bukti bahwa ada cara lain pengelolaan air yang bisa dilakukan selain semata oleh pemerintah atau swasta. Pengelolaan yang kolektif yang mengutamakan kepentingan bersama, termasuk dalam menjaga lingkungan. Dengan mengemukakan pengetahuan lokal, buku ini ingin menekankan bahwa pengelolaan air secara kolektif ini, walau berakar dari budaya setempat, tetapi tidak parokial. Pengetahuan lokal tetap terbuka untuk pengetahuan dan teknologi baru.
Buku ini mendokumentasikan temuan Riset Prasyarat Pengelolaan Air Berbasis Masyarakat yang dilakukan PIKUL pada 5 komunitas terseleksi yang berhasil mengelola air mereka sejak dulu sampai sekarang. Komunitas-komunitas itu adalaah Noelbaki dan Uiasa di Kabupaten Kupang, Desa Naip di Timor Tengah Selatan, Desa Wehali di Kabupaten Malaka dan Apui-Kelaisi Timur di Kabupten Alor. Pemilihan lokasi ini berdasarkan beberapa pertimbangan, seperti: jenis sumber air (mata air, sumur, kali, irigasi), lama pengelolaan sumber mata air rata-rata di atas 5 tahun, keterjangkauan wilayah dengan mempertimbangkan lamanya penelitian, perbedaan budaya dan beberapa lokasi yang pernah menjadi wilayah kerja PIKUL.
Salah satu hal paling menarik dari buku ini adalah kelihaian Tim Pikul menggunakan prinsip – prinsip pengelolaan sumber daya bersama secara kolektif yang dikembangkan oleh Elinor Ostrom. Ostrom, seorang ahli ekonomi-politik, pemenang Penghargaan Nobel Ekonomi 2009, membedah ribuan kasus untuk membuktikan bahwa pengelolaan sumber daya bersama secara kolektif bisa dilakukan, serta mengkristalkan prinsip-prinsip yang harus ada untuk memastikan pengelolaan kolektif yang baik. Tim Pikul mengadopsinya, menggunakannya untuk membedah kasus di lima lokasi di Propinsi NTT. Lebih jauh, Tim Pikul mengkristalkan dua prinsip tambahan yang signifikan dalam menjamin keberlanjutan tata kelola air secara turun temurun: ingatan kolektif dan adopsi struktur lokal. Disini, ke-lokal-an yang tidak parokial terbukti: struktur lokal bukan saja berbasis institusi adat, tetapi juga pemerintah dan gereja.
Dewasa ini paradigma pengelolaan air secara global mulai berubah menjadi lebih terintegrasi dan partisipatif. Perubahan paradigma ini adalah salah satu yang dibutuhkan NTT untuk memperbaiki tata kelola air setempat. Buku ini menawarkan bukan saja Perubahan paradigma, melainkan juga bukti kekuatan kolektif yang sudah ada di tingkat komunitas yang memungkinkan Perubahan paradigma bisa diejawantahkan. Lebih dari itu, ada rincian tentang kesempatan dan cara melakukan Perubahan serta pembelajaran dari upaya – upaya yang sudah pernah ada. Karenanya, penting bagi pembuat kebijakan untuk mempelajari peluang ini demi perbaikan tata kelola air yang berkelanjutan.