Recently Published
Most Viewed
Pancasila sebagai Sumber Hukum dalam Sistem Hukum Nasional Image
Journal article

Pancasila sebagai Sumber Hukum dalam Sistem Hukum Nasional

Pancasila sebagai sumber segala sumber hukum sudah mendapatkan legitimasi secara yuridis melalui TAP MPR Nomor XX/MPRS/1966 tentang Memorandum DPR-GR Mengenai Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata Urutan Peraturan Perundang Republik Indonesia. Setelah reformasi, keberadaan Pancasila tersebut kembali dikukuhkan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 yang kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Peraturan Perundang-Undangan. Pancasila sebagai sumber segala sumber hukum memberi makna bahwa sistem hukum nasional wajib berlandaskan Pancasila. Akan tetapi, keberadaan Pancasila tersebut semakin tergerus dalam sistem hukum nasional. Hal demikian dilatarbelakangi oleh tiga alasan yaitu: pertama, adanya sikap resistensi terhadap Orde Baru yang memanfaatkan Pancasila demi kelanggengan kekuasaan yang bersifat otoriter. Kedua, menguatnya pluralisme hukum yang mengakibatkan terjadinya kontradiksi-kontradiksi atau disharmonisasi hukum. Ketiga, status Pancasila tersebut hanya dijadikan simbol dalam hukum. Untuk itu, perlu dilakukan upaya-upaya untuk menerapkan Pancasila sebagai sumber segala sumber hukum dalam sistem hukum nasional yaitu: pertama, menjadikan Pancasila sebagai suatu aliran hukum agar tidak terjadi lagi disharmonisasi hukum akibat diterapkannya pluralisme hukum. Kedua, mendudukkan Pancasila sebagai puncak peraturan Perundang-undangan agar Pancasila memiliki daya mengikat terhadap segala jenis peraturan Perundang-undangan sehingga tidak melanggar asas lex superiori derogat legi inferiori.Pancasila as the source of all sources of law has obtained legitimacy legally through the Decree of the People's Consultative Assembly Number XX / MPRS / 1966 on the Memorandum of the House of Representatives-Gotong Royong Regarding the Sources of Law and the Order of the Republic of Indonesia. After the reformation, the existence of Pancasila was re-confirmed in Law Number 10 Year 2004 which was subsequently replaced by Law Number 12 Year 2011 on Legislation Regulation. Pancasila as the source of all sources of law gives meaning that the national legal system must be based on Pancasila. However, now the existence of Pancasila is increasingly eroded in the national legal system. This is motivated by three reasons: first, the existence of resistance to the New Order that utilizes Pancasila for the sake of perpetuity of authoritarian power. Second, the strengthening of legal pluralism that resulted in legal contradictions or disharmony. Third, the status of Pancasila is only used as a symbol in law. Therefore, efforts should be made to implement Pancasila as the source of all sources of law in the national legal system: first, make Pancasila as a flow of law in order to avoid legal disharmonization due to the application of legal pluralism. Secondly, Pretend Pancasila as the top of legislation so that Pancasila have binding power against all kinds of laws and regulations so that it does not violate the principle of lex superiori derogat legi inferiori.
Logika, Penalaran, dan Argumentasi Hukum Image
Journal article

Logika, Penalaran, dan Argumentasi Hukum

Dewasa ini pemahaman dan pengetahuan tentang logika, penalaran, dan argumentasi hukum semakin dibutuhkan tidak hanya bagi kalangan akademisi dalam bidang filsafat dan hukum melainkan terutama bagi para praktisi hukum seperti polisi, hakim, jaksa, pengacara, bahkan seluruh anggota masyarakat yang setiap hari berhadapan dengan persoalan-persoalan hukum. Sebagai bagian dari penalaran pada umumnya, penalaran hukum, meskipun memiliki sejumlah karakteristik yang berbeda, terikat pada kaidah-kaidah penalaran yang tepat seperti hukum-hukum berpikir, hukum-hukum silogisme, ketentuan tentang probabilitas induksi, dan kesesatan informal penalaran. Maka penalaran hukum bukahlah jenis penalaran yang berbeda dan terpisah dari logika sebagai ilmu tentang bagaimana berpikir secara tepat (sebagai salah satu cabang filsafat) melainkan bagaimana menerapkan kaidah-kaidah berpikir menurut ketentuan logika dalam bidang hukum. Artikel ini membahas kaidah-kaidah berpikir silogisme dan induksi. Aplikasi penalaran deduktif dan induksif dalam hukum dengan model IRAC (Issue, Rule, Argument, dan Conclusion) akan mengakhiri artikel ini.
Suggested For You
Nasab Anak Luar Kawin Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU\u002DVIII/2010 Image
Journal article

Nasab Anak Luar Kawin Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010

Constitutional Court Decision No. 46/PUU-VIII/2010 granted the petition Machica Mochtar, who is married with Moerdiono the Islamic religion in accordance, but not recorded. If the marriage was born a boy named Mohammed Iqbal Ramadan. After the decision of the Court, the status of illegitimate children has a civil relationship with his father and his father's family. Child outside marriage include children born of the marriage legitimate religion, but not recorded, and the children born from adultery. According to Islamic law, the Constitutional Court's decision is appropriate when applied to the child of a valid marriage according to religious but not registered. Meanwhile, when applied to children outside marriage, adultery result, the Court's decision is contrary to Islamic law.
Read more articles