Policy analysis
Upaya Peningkatan Produktifi Tas Kakao di Kabupaten Donggala-Sulawesi Tengah
Melalui Keputusan Menteri Pertanian dan Perkebunan (Kepmentan) No. 46/ Kpts/PD.300/2015, Pemerintah telah menetapkan beberapa daerah yang menjadi pusat kawasan perkebunan kakao, termasuk diantaranya adalah Kabupaten Donggala. Di daerah ini, kakao bukan lagi sebagai komoditas yang asing bagi masyarakat. Bahkan, sebagaimana penuturan petani setempat yang ditemui dalam kesempatan studi lapangan, kakao Donggala pernah mendulang masa keemasan justru ketika perekonomian Indonesia mengalami krisis serius sepanjang 1997-1998 silam.
Sebagian besar perkebunan kakao Donggala merupakan perkebunan rakyat yang menyerap tenaga kerja cukup banyak yakni sebesar 20.273 (KK) dengan estimasi pendapatan yang diterima petani untuk setiap rumah tangga usaha di sektor kakao selama satu tahun sebanyak Rp 30.110.590. Besarnya jumlah tenaga kerja dan juga nominal pendapatan yang banyak, tentu akan membawa efek berganda (multiplier eff ect) dalam kehidupan ekonomi masyarakat. Selain itu, merujuk hasil penelitian rantai nilai kakao yang dilakukan KPPOD, terdapat banyak pihak yang berkepentingan dan memiliki kontribusi peran di dalamnya. Berbagai pihak dimaksud, antara lain, para pedagang desa, pengepul hingga eksportir memperlihatkan bahwa komoditas ini menjadi sumber penghidupan masyarakat, identifi kasi aktor yang terlibat dalam rantai nilai dapat dilihat pada lampiran 1. Lebih jauh lagi, kakao juga cukup diminati oleh pasar internasional yang ditunjukkan dengan tidak pernah mengalami penurunan permintaan yang drastis. Selain manfaat bagi perekonomian daerah, komoditas kakao juga memiliki peran bagi perekonomian nasional berupa, antara lain, sumbangan devisa sebesar USD 1,053 Milyar dari ekspor biji kakao dan produk olahannya.