Policy analysis
+
other
others
×
Authors
Tama S. Langkun, Bahrain, Mouna Wasef, Tri Wahyu, Asram
(12/7 14:51) Hukuman berat atau ringan bagi koruptor selalu menjadi salah satu pembahasan menarik dalam gerakan pemberantasan korupsi. Dalam perdebatannya, masyarakat memiliki kecenderungan untuk mempermasalahkan penjatuhan hukuman yang mereka anggap terlalu ringan. Apalagi jika mereka menemukan perbedaan hukuman yang cukup signifikan (disparitas), terhadap perkara korupsi yang kurang lebih sama dan layak untuk diperbandingkan. Masyakarakat anti-korupsi masih menilai bahwa hukuman yang diberikan kepada pelaku korupsi belum proporsional antara perbuatan korupsi yang dilakukan, dengan rentang hukuman pidana penjara yang diterimanya. Dalam kondisi yang demikian, putusan terhadap perkara-perkara korupsi yang terjadi di Indonesia bisa dianggap inkonsisten. Tidak hanya oleh masyakarat Indonesia, tapi juga oleh masyarakat internasioal. Mengapa? Karena ratifikasi terhadap Konfensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi (UNCAC) menandakan masuknya Indonesia dalam peta dunia pemberantasan korupsi. Bagi gerakan pemberantasan korupsi, pemberian hukuman berat dan proporsional masih diyakini bias memberikan efek jera bagi pelaku korupsi. Pada titik ini, kinerja lembaga peradilan sangat menentukan pemberian efek jera bagi pelaku tindak pidana korupsi. ICW (Indonesia Corruption Watch) berusaha untuk meneliti permasalahan ini lebih jauh. Harapannya, bisa teridentifkasi sejumlah peyebabnya dan kemudian memberikan rekomendasi terhadap lembaga-lembaga terkait untuk sama-sama mengatasinya.