Baru saja dipublikasikan
Penggunaan Teknik Analisis AMMI Biplot untuk Mengenali Aksesi Wijen Tahan Salin Image
Journal article

Penggunaan Teknik Analisis AMMI Biplot untuk Mengenali Aksesi Wijen Tahan Salin

Karakteristik Biodiesel Kemiri Sunan dengan Katalis NaOH dan KOH Image
Journal article

Karakteristik Biodiesel Kemiri Sunan dengan Katalis NaOH dan KOH

Penggunaan Teknik Analisis AMMI Biplot untuk Mengenali Aksesi Wijen Tahan Salin Image
Penggunaan Teknik Analisis AMMI Biplot untuk Mengenali Aksesi Wijen Tahan Salin Image
Journal article

Penggunaan Teknik Analisis AMMI Biplot untuk Mengenali Aksesi Wijen Tahan Salin

Karakteristik Biodiesel Kemiri Sunan dengan Katalis NaOH dan KOH Image
Karakteristik Biodiesel Kemiri Sunan dengan Katalis NaOH dan KOH Image
Journal article

Karakteristik Biodiesel Kemiri Sunan dengan Katalis NaOH dan KOH

Paling banyak dilihat
Karakteristik Kimia Serat Buah, Serat Batang, dan Serat Daun Image
Journal article

Karakteristik Kimia Serat Buah, Serat Batang, dan Serat Daun

Serat alam yang berasal dari tanaman non-kayu dikategorikan menjadi tiga kelompok yaitu serat buah, serat batang dan serat daun. Masing-masing jenis serat alam tersebut memiliki karakteristik yang berbeda. Karakter kimia, fisik, maupun dinamik dari serat alam diperlukan untuk pengembangan pemanfaatannya sebagai bahan baku industri strategis berbasis serat. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis karakteristik kimia serat buah (kapas), serat batang (abaka), dan serat daun (sisal), serta membahas peluang pemanfaatannya dalam industri berbasis serat alam. Informasi mengenai karakteristik kimia serat diperlukan sebagai dasar untuk pemanfaatan serat sebagai bahan baku dalam industri strategis. Data karakteristik kimia serat alam juga diperlukan sebagai dasar pembuatan produk-produk turunannya (diversifikasi produk) sehingga dapat menjadi nilai tambah bagi produk tanaman serat. Analisis karakter kimia serat alam dilakukan dengan menggunakan metode Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk mendapatkan informasi tentang kandungan selulosa, hemiselulosa, holoselulosa, lignin, dan pentosan, serta kadar zat ekstraktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa serat buah kapas memiliki kandungan selulosa tertinggi (98,06%), serat batang abaka mempunyai kandungan lignin tertinggi (7,63%), sedangkan serat daun sisal mempunyai kandungan hemiselulosa tertinggi (21,97%). Kadar holoselulosa ketiga jenis serat hampir sama, yaitu antara 93,3–94,7%. Kadar zat ekstraktif (kelarutan alkohol-benzena, air panas dan air dingin) ketiga jenis serat termasuk kecil (<5%) yaitu antara 0,63–4,44%. Informasi tentang karakter kimia serat alam tersebut hendaknya dipadukan dengan informasi karakter fisik dan dinamik serat untuk dikembangkan sebagai bahan baku industri strategis berbasis serat, misalnya kertas uang, biokomposit untuk industri automotif, biopolymer dan produk yang berbasis nano fiber.Chemical Characteristics of Boll, Bast, and Leaf FibersNon-wood natural fibers are categorized into three groups, viz. boll fiber, bast fiber and leaf fiber. Those natural fibers have specific characters. Chemical characters as well as physical and dynamical characters of the fibers are useful for their utilization in natural fiber based industries. This research aims are to analyse chemical characters of cotton boll fibers, bast fiber of abaca, and leaf fiber of sisal, as well as to discuss the possibility of their use in fiber based industries. The information of the fibers chemical characters is needed for developing their use as the main materials of strategic industries. The data are also useful for developing derivates products or product diversification, so that could be an added value of the natural fibers. The characterization of those fibers used Indonesian National Standard (SNI) methods to analyse the content of cellulose, hemi cellulose, holocellulose, lignin, and pentosan, as well as the extractive compounds. Result showed that cotton fiber has the highest cellulose content (98.06%), the bast fiber of abaca has the highest lignin content (7.63%), and sisal has the highest hemicellulose content (21.9%). Holocellulose content of those fibers were around 93.3-94.7%. The content of extractive compound of the fibers (in term of disolve capacity of fiber in alcohol-benzene, hot and cold water) was catogerized as very low (less than 5%). These information regarding to the chemical characters of those three fibers when are integrated with the fiber-physical and dynamical characters would be useful for developing the utilization of the fibers into natural-fiber-based industries, such as paper money, biocomposite for automotive industry, biopolymers, and nano fiber products.
Penerapan Teknologi Pengendalian Hama Kapas Ramah Lingkungan Image
Journal article

Penerapan Teknologi Pengendalian Hama Kapas Ramah Lingkungan

Penerapan komponen teknologi pengendalian hama ramah lingkungan dilaksanakan di daerah pengembang-an kapas di Kecamatan Jati, Kabupaten Blora, Jawa Tengah di lahan petani seluas ± 5 hektar yang dimiliki oleh 20 petani pada bulan Maret sampai dengan Oktober 2009. Komponen teknologi pengendalian hama ra-mah lingkungan diharapkan menjadi solusi yang tepat untuk mengatasi masalah serangga hama pada tanam-an kapas dan dapat diterima oleh petani. Pengendalian serangga hama kapas yang diterapkan adalah pengen-dalian serangga hama ramah lingkungan dengan komponen pengendalian yang terdiri atas seed treatment dengan insektisida imidakloprit dan penyemprotan insektisida botani ekstrak biji mimba berdasarkan ambang kendali yang mempertimbangkan keberadaan musuh alami dibandingkan dengan pengendalian serangga ha-ma konvensional (pengendalian hama menggunakan insektisida kimiawi sintetis seperti yang biasa diterap-kan oleh petani). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan komponen teknologi pengendalian hama ra-mah lingkungan yang terdiri atas seed treatment, insektisida botani ekstrak biji mimba, dan ambang kendali dengan mempertimbangkan keberadaan musuh alami, terbukti dapat menekan populasi serangga hama ka-pas selalu di bawah batas ambang kendali dan tidak berbeda dengan pengendalian hama secara konvensio-nal. Pengendalian hama ramah lingkungan lebih aman terhadap musuh alami dengan pendapatan USAha tani kapas Rp621.250,00 lebih tinggi dibanding pengendalian hama secara konvensional. Teknologi pengendalian hama ramah lingkungan dapat diterima oleh petani, kecuali teknologi ambang kendali yang secara konsep da-pat diterima, tetapi petani masih enggan untuk melaksanakannya. Application of environmentally friendly pest control technology is expected to be the best solution to over-come insect pest problem on cotton crops and can be accepted by farmers. The research was conducted in the area of cotton development in Jati District, Blora Regency, Central Java on farmers' land area of 5 hectares owned by 20 farmers from March to October 2009. The applied treatments were: application of environmen-tally friendly pest insect control components, ie: seed treatment and botanical neem seed extracts insecticide sprayed based on an action threshold that considers the presence of natural enemies took in to account, compared with conventional pest control (pest control using synthetic chemical insecticides commonly used by the cotton farmers). The results showed that the application of environmentally friendly pest control tech-nology suppressed cotton insect pest population with no negative effect on natural enemies, and retained seed cotton production, increased the income of cotton farming as much as Rp621.250,00. Components of en-vironmentally friendly pest control technology can be accepted by cotton farmers, including the action thres-hold concept. However, the farmers were mind to implement the action threshold as it is too complicated for them.
Keuntungan Petani Tebu Rakyat Melalui Kemitraan Di Kabupaten Jember Image
Keuntungan Petani Tebu Rakyat Melalui Kemitraan Di Kabupaten Jember Image
Journal article

Keuntungan Petani Tebu Rakyat Melalui Kemitraan Di Kabupaten Jember

Varietas Unggul Tembakau Bondowoso Image
Varietas Unggul Tembakau Bondowoso Image
Journal article

Varietas Unggul Tembakau Bondowoso

Disarankan Untuk Anda
Daya Hasil 25 Aksesi Rosela Herbal Di Lahan Kering Image
Journal article

Daya Hasil 25 Aksesi Rosela Herbal Di Lahan Kering

Untuk mendukung pengembangan suatu komoditas, diperlukan varietas-varietas unggul berdaya hasil tinggi. Kegiatan penelitian uji daya hasil aksesi-aksesi plasma nutfah rosela herbal telah dilakukan di Muktiharjo, Kabupaten Pati mulai bulan Januari–Juni 2011. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan beberapa aksesi unggul yang berpotensi tinggi di lahan kering. Sebanyak 25 aksesi plasma nutfah diuji daya hasilnya dengan rancangan acak kelompok (RAK) diulang dua kali. Benih ditanam dengan jarak tanam 100 cm x 50 cm pada plot berukuran 10 m x 5 m. Pemupukan dan pemeliharaan lainnya sesuai dengan standar budi daya untuk tanaman rosela herbal. Parameter pengamatan terdiri atas: jumlah kapsul per tanaman, bobot 100 kelopak kering, produksi kapsul segar, produksi kelopak segar, dan produksi kelopak kering per hektar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produktivitas tertinggi dicapai oleh delapan aksesi yaitu 677, 675, 679, 681, 682, 684, 689, dan 671, dengan produksi kelopak kering masing-masing sebesar: 676,0; 605,5; 540,0; 463,5; 427,5; 385,5; 420,0; dan 414,0 kg/ha. Ada korelasi positif yang sangat nyata pada karakter jumlah kapsul per tanaman dengan produksi kapsul per hektar, produksi kelopak segar per hektar dan produksi kelopak kering per hektar dengan nilai korelasi masing-masing sebesar 0,725; 0,617; dan 0,584. Korelasi yang sangat nyata juga terdapat pada karakter produksi kapsul dengan produksi kelopak segar dan kelopak kering, karakter produksi kelopak segar dengan produksi kelopak kering per ha, serta bobot 100 kelopak kering dengan produksi kelopak kering per ha dengan nilai korelasi masing-masing: 0,978; 0,907; 0,939; dan 0,502.To support herbal roselle development in the future, the availability of new high-yield varieties were required. Screening of 25 herbal roselle accessions have been carried out on dry land Muktiharjo, Pati District started in January–June 2011. The purpose of this study was to obtain some superior high-potential accessions suitable for dry land. The screening used a randomized block design (RBD) with two replicates. Seeds were planted with a spacing of 100 cm x 50 cm on a plot measuring 10 m x 5 m. Fertilizing and other maintenance in accordance with the standards for the cultivation of herbal roselle plant. Parameter observed consist of number of capsules per plant, weight of 100 dry petals, fresh capsule production, fresh petals production, and dried petals production per hectare. The results showed that eight accessions consistently showed productivity of dried roselle calyx higher than two varieties used as a control. Those accessions were no: 677, 679, 675, 681, 682, 684, 689, and 671, with the production of dried petals ranged between 385–676 kg/ha. There is a positive correlation between the number of capsules per plant with a production of capsules per hectare, production per hectare of fresh petals and dried petals, production per hectare with a correlation value 0.725, 0.617, and 0.584, respectively. A significant correlation was also found in the character of capsule production with the production of fresh petals and dried petals, the fresh petals production with the production of dried petals per hectare, and weights of 100 petals dried with dried petals production per hectare by correlation values: 0.978, 0.907, 0.939, and 0.502, respectively
Baca artikel lainnya