Baru saja dipublikasikan
Journal article

Satu Kampung Tiga Maestro: Jejak Warisan Budaya di Kota Bengawan

Kampung Angklung di Ciamis: Penjaga Ekosistem Budaya Angklung

Politik Tubuh dalam Serat Kawruh Sanggama Karya Raden Bratakesawa Awal Abad XX

Luh Ayu Manik Mas sebagai Representasi Superhero Perempuan Bali dalam Komik

Journal article

Kepanduan dan Politik: Gerakan Padvinders di Padang Panjang 1926-1934

Journal article

Kereta Api Scs: Angkutan Gula di Cirebon

Journal article

Sugra: Tokoh Perintis dan Dinamika Tarling Indramayu (1930-1997)

Journal article

Tata Ruang Ibukota Terakhir Kerajaan Galuh (1371 - 1475 M)

Journal article

Kepanduan dan Politik: Gerakan Padvinders di Padang Panjang 1926-1934

Journal article

Kereta Api Scs: Angkutan Gula di Cirebon

Journal article

Sugra: Tokoh Perintis dan Dinamika Tarling Indramayu (1930-1997)

Journal article

Tata Ruang Ibukota Terakhir Kerajaan Galuh (1371 - 1475 M)

Paling banyak dilihat
Journal article

Angklung: dari Angklung Tradisional ke Angklung Modern

Angklung adalah alat musik tradisional Indonesia yang berasal dari tanah Sunda, terbuat dari bambu, yang dibunyikan dengan cara digoyangkan. Sebelum menjadi sebuah kesenian yang adiluhung seperti sekarang ini, kesenian Angklung telah mengalami perjalanan sejarah yang amat panjang. Berbagai Perubahan telah dilaluinya mulai dari Perubahan bentuk, fungsi, sampai pada Perubahan nada. Demikian pula berbagai situasi telah dilaluinya, bahkan kesenian ini sempat mengalami keterpurukan pada awal abad ke-20. Angklung sebagai salah satu jenis kesenian yang berangkat dari kesenian tradisional, mengalami nasib yang tidak terlalu tragis dibandingkan dengan beberapa jenis kesenian tradisional lainnya. Kesenian ini hingga kini masih tetap bertahan, bahkan berkembang, dan sudah “mendunia” kendatipun dengan jenis irama dan nada yang berbeda dari nada semula. Kalau semula nada dasar kesenian Angklung adalah tangga nada pentatonis, kini telah berubah menjadi tangga nada diatonis yang memiliki solmisasi. Boleh dibilang, kesenian Angklung merupakan salah satu jenis kesenian tradisional yang mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman, sehingga ia mampu bertahan di tengah terjangan arus modernisasi. Bahkan kesenian Angklung ini telah mendapat pengakuan dari UNESCO sebagai The Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity. Angklung sebagai warisan budaya dunia milik Indonesia yang dideklarasikan pada 16 Januari 2011.
Journal article

Puisi Pupujian dalam Bahasa Sunda

Sebagai media pendidikan, puisi pupujian mempunyai fungsi sosial. Di Tatar Sunda, umumnya puisi pupujian berbahasa Sunda dinyanyikan di mesjid-mesjid, musola-musola, pesantren-pesantren atau di tempat-tempat pengajian lain. Di mesjid dan musola, waktu pupujian biasanya berlangsung antara azan dan qomat. Di pesantren dan madrasah, pupujian dinyanyikan pada saat pelajaran berlangsung. Di tempat pengajian anak-anak atau ibu-ibu, puisi pupujian dinyanyikan sebelum atau sesudah mengaji.
Journal article

Sejarah Munculnya Pemikiran Islam Liberal Di Indonesia 1970-2015

Journal article

Sejarah Pembuatan dan Makna Simbolik Pakaian Adat Muna

Journal article

Sejarah Munculnya Pemikiran Islam Liberal Di Indonesia 1970-2015

Journal article

Sejarah Pembuatan dan Makna Simbolik Pakaian Adat Muna

Disarankan Untuk Anda
Journal article

Sensor Film di Indonesia dan Permasalahannya dalam Perspektif Sejarah (1945 – 2009)

Banyak persoalan di dunia perfilman Indonesia, antara lain masalahpenyensoran, khususnya periode 1945 – 2009. Penelitian masalah tersebut dengan menggunakan metode sejarah menunjukkan, bahwa penyensoran film yang dilakukan oleh pemerintah Republik Indonesia didasarkan atas kepentingan politik dan kekuasaan pemerintah. Dalam praktik penyensoran, film masih dilihat sebagai sesuatu yang dapat mengganggu dan merugikan masyarakat dan negara. Film belum dilihat sebagai karya seni budaya, akibatnya, dunia perfilman nasional tidak pernah mengalami kemajuan. Hal itu berarti penyensoran film yang dilakukan pada periode tersebut, pada dasarnya tidak berbeda jauh dengan masa kolonial Belanda. Pada masa kolonial Belanda, sensor merupakan manifestasi kehendak pemerintah untuk menjaga kredibilitas pemerintah dan masyarakat Eropa di mata masyarakat pribumi. Begitu juga sensor pada periode 1945 – 2009, sensor pun lagi-lagi menjadi ajang perwujudan politik pemerintah, tanpa mau memahami film dari persfektif para sineas. Kondisi itu masih ditambah lagi dengan mudahnya pelarangan-pelarangan penayangan film yangdilakukan oleh berbagai kalangan. Bagi para sineas, sensor fim hanya menjadi mimpi buruk yang menakutkan.
Journal article

Etnis Betawi: Kajian Historis

Journal article

Toleransi Keragaman pada Masyarakat Cigugur Kuningan

Journal article

Perjuangan M.A.Sentot dalam Perang Mempertahankan Kemerdekaan di Indramayu (1945-1949)

Journal article

Etnis Betawi: Kajian Historis

Journal article

Toleransi Keragaman pada Masyarakat Cigugur Kuningan

Journal article

Perjuangan M.A.Sentot dalam Perang Mempertahankan Kemerdekaan di Indramayu (1945-1949)

Baca artikel lainnya