Undang-undang Perkawinan menganut prinsip sejauh mungkin menghindari dan mempersukar terjadinya perceraian, perceraian hanya dapat dilakukan apabila cukup alasan. Adakalanya perkawinan itu tidak selamanya dapat dipertahankan sebagaimana yang disebutkan dalam pengertian perkawinan tersebut. Oleh karena itu dalam keadaan demikian, perkawinan tidak dapat diteruskan sehingga terpaksa diputuskan atau terjadinya perceraian. Perkawinan dapat diputuskan tanpa melaui pengadilan atau di luar pengadilan. Akan tetapi setelah keluarnya Undang-Undang Perkawinan, hal yang demikian tidak dibenarkan lagi. Sebab dalam Undang-Undang Perkawinan, setiap perceraian harus melaui pengadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 39 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan. Namun dalam Kenyataannya masih ditemukan terjadinya perceraian tanpa melalui proses pengadilan. Keadaan yang demikian tentunya terjadi persepsi yang berbeda antara hukum agama dengan Undang-Undang Perkawinan, terutama bagi mereka yang beragama Islam.