Recently Published
Journal article

Pembinaan Warga Gereja yang Kecanduan Narkoba Berdasarkan Matius 18: 12 – 14 suatu Studi Fenomenologi

Peran Orang Tua Dalam Pendampingan Pastoral Bagi Anak Usia Remaja Awal Menurut 2 Timotius 1:3-18

Hakikat Ibadah Vs Ibadah Streeming: Studi Konten Analisis

Journal article

Kajian Teologis terhadap Status Perempuan dalam Perjanjian Baru

Journal article

Kajian Teologis terhadap Status Perempuan dalam Perjanjian Baru

Most Viewed
Journal article

Persepuluhan Menurut Maleakhi 3:7-12

Kitab Maleakhi menyatakan ketertinggalan bangsa Israel dalam mewujudkan ketaatannya kepada Allah. Meskipun demikian Allah tetap mengasihi mereka. Maleakhi mengajak bangsa ini untuk memulihkan hubungan mereka dengan Tuhan dengan cara memulihkan kerohanian mereka. Tidak hanya kepada seluruh suku, tetapi juga sampai kepada pelayan Tuhan yaitu Lewi dan Imam. Maleakhi berbicara dalam otoritas ucapan ilahi. Taurat adalah pemberian Tuhan untuk mengatur prilaku bangsa Israel sebagai umat kepunyaan Allah. Persepuluhan adalah bentuk peribadatan dan wujud keaktifan dalam mendukung kegiatan keimamatan dalam bait Allah. Pengabaian persepuluhan berdampak kepada terhambatnya pelayanan karena para imam bekerja bagi nafkah mereka masing-masing. Taurat itu sendiri tidak hanya berlaku kepada bangsa Israel, tetapi juga kepada bangsa-bangsa lain yang percaya kepada YHWH. Perbuatan baik adalah penting, tetapi persepuluhan juga penting. Tidak boleh mengabaikan salah satunya. Suku Lewi tidak menerima persepuluhan sebagai upah, tetapi sebagai warisan. Persepuluhan adalah wajib. Tidak memandang pekerjaan ataupun tingkat penghasilan. Suku Lewi hidup dari persepuluhan, namun mereka juga memberikan persepuluhan terbaik mereka kepada para imam. Bangsa Israel telah menghina Tuhan, khususnya para imam dengan tidak hormat dan tidak takut kepada Tuhan. Hidup mereka sudah jauh bertentangan dengan hukum Tuhan dengan mempersembahkan persembahan yang tidak layak, kawin-cerai dan kawin campur dengan bangsa kafir. Mereka juga berbicara dengan sembarangan memuji orang-orang gegabah dan Fasik. Tuhan mengingatkan mereka bahwa ada hari penghakiman dan penghukuman bagi orang angkuh dan berbuat jahat, namun juga hari kemenangan bagi orang benar. Dalam menjalankan persepuluhan memerlukan kesungguhan seperti yang diteladani dari Abraham (dan Yakub). Persepuluhan Musa juga memandang kepada teladan Abraham. Persepuluhan harus jujur dan utuh. Sejak nenek moyang mereka, bangsa Israel sudah mengesampingkan ketetapan Tuhan. Masalah ini akan tetap berlangsung jika mereka tidak bertobat. Mereka juga sudah lama tidak menjalankan persembahan persepuluhan sehingga tempat perbendaharaan tidak terisi dan tidak ada makanan bagi orang Lewi. Tuhan kecewa kepada Lewi dan Imam yang mengabaikan tugas mereka dan bertindak dengan pandang bulu. Mereka gagal memberikan instruksi yang benar dalam Taurat. Mengakibatkan Bangsa Israel bertindak menyimpang dan tidak tahu bahwa itu salah. Bangsa ini hancur dalam ketidaktahuan. Mereka merampok Allah dengan terus menerus tidak memberikan persepuluhan dan persembahan. Tindakan itu sudah menjadi kebiasaan buruk (profesi). Maleakhi menyerukan pertobatan dan supaya bangsa Israel mengingat kembali akan kesetiaan Tuhan. Mereka dituduh telah merampok Tuhan karena lalai pada persepuluhan dan persembahan khusus yang adalah nafkah para imam. Persepuluhan adalah serius, sehingga dengan tidak memberikannya sama saja dengan merampok Tuhan. Cara untuk kembali kepada Tuhan di antaranya adalah dengan menghiraukan persepuluhan. Bangsa Israel tidak memberikan persepuluhan atau memberikan namun tidak sebagaimana seharusnya. Kesulitan ekonomi menjadi alasan bangsa Israel untuk tidak memberikan persepuluhan. Mereka merasa dirinya begitu susah sehingga layak jika bertindak tidak hormat kepada Tuhan. padahal justru pengabaiannya terhadap persepuluhan itulah yang membuat berkat mereka terhambat. Mereka tidak sadar bahwa tindakan mereka justru memperburuk keadaan karena mendatangkan pengadilan, peringatan dan kutuk dari Tuhan. “Dengan kutukan kamu terus menerus dikutuk, tetapi masih tetap terus menerus merampok Tuhan”. Kutuk itu mengikat dan membatasi berkat. Bangsa Israel menjadi bangsa yang besar karena Tuhan, namun mereka tetap merampok Tuhan. Orang yang tidak tahu bagaimana memberi, maka mereka akan menerima makin lama makin sedikit. Tuhan meminta mereka menguji Dia dengan persepuluhan karena Ia pasti memulihkan perekonomian mereka. Berkat akan dicurahkan berlimpah sampai tidak lagi diperlukan. Tuhan adalah sumber penghidupan mereka, karena itu memberikan persepuluhan tidak mengurangi penghasilan mereka, justru lebih. Allah memerintahkan agar kembali melakukan persepuluhan yang lama diabaikan ke Bait Allah yang adalah rumah perbendaharaan. Ketaatan mereka memenuhinya adalah wujud ketaatan kepada Allah. Ada jaminan bagi yang taat. “Ujilah Aku” perintah Tuhan sebagai bukti kesetiaan-Nya. Bangsa Israel meragukan pemeliharaan Tuhan dalam ketidaktahuan mereka, karena itu tantangan dari Tuhan ini muncul. Mereka bertanggungjawab jika Imam dan Lewi kelaparan karena absen nya persepuluhan. Karena memberi persepuluhan semata-mata karena menghormati Tuhan. Kegagalan persepuluhan sebenarnya berakar kepada kekikiran karena tidak percaya/ meragukan Allah. Memberikan Persepuluhan merupakan bentuk ketaatan. Allah adalah sumber berkat dan hanya dirasakan oleh orang yang takut kepada-Nya. Berkat adalah Kekuatan dari Allah yang datang dari Allah yang mendatangkan keberuntungan dan kekayaan bagi manusia. Tuhan menjaga sumber penghasilan umat-Nya. Tuhan akan menghardik belalang pelahap tidak hanya saat ini tetapi seterusnya. Allah mengusir binatang pelahap agar tidak merusak hasil panen mereka. Negeri itu menjadi negeri kesukaan karena tanah tersebut menjadi berkat bagi setiap orang dan setiap orang menjadi kesukaan atas negeri.  
Journal article

Pelayanan Pastoral Konseling Berdasarkan 1 Petrus 5 : 1 – 11

Pergantian sistem pemerintahan di Israel dalam 1 Samuel 8:1-22 yang menyoroti suasana transisi dari pemerintahan hakim ke pemerintahan raja menuntut agar kita tidak menghayati iman secara naif, dalam arti hitam-putih saja, tetapi secara mendalam, secara dialektis. Di dalam ayat 7 barulah jelas bahwa persoalan dalam perikop ini bukanlah sekadar masalah sekular mengenai pergantian sistem,  tetapi persoalan iman. Sebab dengan mengajukan tuntutan meminta raja, bukannya Israel menolak Samuel, tetapi menolak Tuhan sendiri. Kesetiaan iman terhadap Tuhan ternyata tidak menuntut agar kita mengidentikkan iman dengan zaman apa saja, entah itu masa lalu, masa kini atau masa depan. Kerajaan Allah melampaui gambaran apa pun yang dapat digambarkan oleh manusia. Maka yang dituntut dari orang beriman dalam rangka menghadapi Perubahan zaman  sehingga dapat setia kepada imannya maupun kepada konteks, adalah sikap dialektis. Tetapi yang ditekankan adalah kesetiaan iman saja, dan tidak peduli pada Perubahan konteks yang terjadi di sekitarnya. Penulis melihat bahwa hal tersebut yang membuat bebarapa anggota gereja Bala Keselamatan Jember, akhirnya kalah dalam peperangan rohani karena tidak peduli dengan konteks, imannya “terjual” karena menikah dengan orang yang tidak seiman dan akhir terjadi perceraian karena tidak adanya kesesuaian dalam hidup rumah tangga. Bagaimana supaya kita dapat terhindar dari kesalahan ini, sehingga bisa membangun sikap dialektis yang dapat memampukan kita untuk setia pada iman sekaligus setia pada konteks?.  Emanuel Gerrit Singgih mengemukakan tiga hal, sebagai berikut: Pertama, kita perlu kembali kepada Alkitab. Harus bertolak dari teks Alkitab sehingga dapat menuntun kita untuk mengambil sikap yang tepat sesuai dengan suasana Perubahan sehingga bisa menghayati imannya sesuai dengan konteks yang ada. Kedua, kita perlu kembali kepada reformator-reformator, yang adalah para pembaru gereja dengan prinsip reformasi: yaitu “Ecclesia Reformata, semper roformanda” (gereja reformasi selalu bereformasi). Para reformator telah berhasil memecahkan kebekuan teologis yang ada dengan memprotes konteks, “penggunaan bahasa Latin sebagai bahasa ibadah dan menggantikan dengan bahasa setempat (konteks).  Ketiga, beralih dari managemen top-down, kepada managemen bottom-up, sehingga jemaat yang ada dalam segala pergumulan hidupnya tetap dihargai karena mereka adalah domba dari Kristus, jemaat dan gembala/majelis semuanya  adalah kawan sekerja Allah.              
Suggested For You
Journal article

Penderitaan Menurut Roma 8:18-25 Dan Implikasinya Bagi Gereja Tuhan Masa Kini

Penderitaan adalah kata yang sering dihindari oleh manusia termasuk orang percaya. Selain itu situasi zaman sekarang yang semakin menekan umat manusia, seperti yang dikatakan Tuhan Yesus bahwa zaman akhir dunia ini ditandai bukan oleh perdamaian, melainkan oleh peperangan yang bertambah-tambah  (Mat. 24:6). Banyak martir di negara-negara komunis yang menjadi korban kekerasan dan penindasan, yang mengakibatkan penderitaan. Mengenai Indonesia, meskipun bukan negara komunis atau negara terlarang untuk Injil, namun ratusan gereja telah dirusak dan dibakar, yang mengakibatkan korban yang cukup banyak. Ada cukup banyak kesaksian tentang penderitaan orang percaya karena iman mereka kepada Kristus, namun tidak dapat dipungkiri bahwa masih banyak orang percaya yang belum memahami arti penderitaan itu. Hal ini nampak pada seringnya jemaat disuguhkan Firman Tuhan yang menawarkan kesenangan hidup belaka, tanpa harus mengalami penderitaan. Karena itu mereka lebih banyak melarikan diri, putus asa dan kecewa ketika mengalami penderitaan, padahal sesungguhnya penderitaan tidak dapat dihindari, namun yang dimaksudkan penulis adalah cara menanggapi penderitaan itu harus sesuai dengan apa yang Tuhan ajarkan, yaitu bahwa penderitaan yang dialami manusia itu tidak sebanding dengan kemuliaan yang akan dinyatakan (Rm. 8:18). Paulus menegaskan bahwa bahwa orang percaya akan mengalami penderitaan, namun penderitaan itu hanya sedikit atau sebagian kecil dari kemuliaan yang akan dinyatakan. Penderitaan dan hawa nafsu terjadi karena dunia ini memang berdosa. Penderitaan yang diderita umat manusia terjadi setelah kejatuhan manusia ke dalam dosa. Masa sekarang ini semuanya jahat, diwarnai oleh dosa, kematian dan kebinasaan. Suatu ketika akan datang hari Tuhan, yaitu hari penghakiman, ketika dunia akan digoncangkan sampai ke dasarnya; tetapi sesudah itu akan datang suatu dunia baru. Ketika Paulus menggambarkan ini, ia memakai pengertian yang setiap orang Yahudi sudah mengenal dan mengerti. Ia berbicara tentang masa sekarang dan tentang kemuliaan yang akan dinyatakan. Dengan demikian, yang dimaksud Paulus dalam bagian ini adalah keyakinan kita bahwa penderitaan sekarang tidak sebanding dengan kemuliaan yang akan datang yang akan dinyatakan kepada kita orang yang percaya kepada-Nya. Jadi penderitaan yang kita tanggung sebagai pengikut Kristus menunjukkan keikutsertaan kita dalam penderitaan Kristus, dan dapat disebut juga “menggenapkan apa yang belum tercakup dalam penderitaan Kristus”, supaya kita dapat bersekutu dengan Kristus dalam penderitaan-Nya. Dengan demikian pengharapan di sini berarti harapan adanya suatu keyakinan dan kepastian bahwa orang percaya akan dibebaskan atau dimerdekakan dari kesia-siaan. Tuhan telah mengaruniakan Roh Kudus sebagai jaminan pemberian lebih besar yang akan diterima di masa depan. Inilah pengharapan orang percaya, yaitu penantian penuh keyakinan akan berkat-berkat yang dijanjikan yang sekarang belum ada atau belum tampak. Tidak ada ketekunan yang tidak diawali dengan penderitaan. Ketekunan disediakan bagi kita sebagai hasil penderitaan. Orang yang menolak penderitaan dengan mengeluh dan mencari jalan keluar sendiri tidak akan memperoleh ketekunan.
Journal article

Bolehkah Orang Kristen di Kota Wisata Batu Bercerai?

Journal article

Kontekstualisasi Misi melalui Tradisi Pukul Sapu di Desa Morella

Journal article

Kristologi Bahari

Journal article

Bolehkah Orang Kristen di Kota Wisata Batu Bercerai?

Journal article

Kontekstualisasi Misi melalui Tradisi Pukul Sapu di Desa Morella

Journal article

Kristologi Bahari

Read more articles