Artikel ini berbasis penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan ontologi spiritualitas ekologi dan relevansi realitas krisis ekologi sebagai bagian dari konsep pembangunan berkelanjutan dalam kaitannya dengan prinsip ekoteologi Islam. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif fenomenologis dengan mengambil lokasi di Kabupaten Sidoarjo pada kecamatan Buduran, Sedati, Candi, Tanggulangin dan Jabon. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis interaktif, seperti reduksi data, display data, dan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa spiritualitas ekologi menggambarkan empat komponen penting, yaitu: pertama, sumber nilai dan makna tertinggi; Kedua, jalan memahami realitas; Ketiga, kesadaran batin, dan keempat, integrasi personal. Dalam mengimajinasikan krisis ekologi, petani memaknai spiritualitas ekologi yang dihubungkan pada realitas dirinya sebagai ‘abdulLah dengan mengemban fungsi khalifah. Melalui warisan berbudidaya udang secara tradisional, menjadikan petani bertahan pada aktivitas budidaya yang sesuai dengan nilai-nilai leluhur, yang dikombinasikan pemaknaannya pada nilai-nilai yang diwariskan agama Islam dalam Maqâshid al-Syarîah. Berdasarkan penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa spiritualitas ekologi petani tambak udang secara bebas mengilustrasikan nilai-nilai ekoteologi Islam yang dihubungkan dengan perilaku ramah pada alam sekaligus menegaskan keterhubungan spiritualitas agama terhadap sustainabilitas alam sebagai cermin kesatuan antara Tuhan, alam dan manusia. Kata-