Lahan kering masam Ultisol tersebar luas di hampir 25% dari total daratan Indonesia. Diperkirakan lahan kering masam di Sumatera dan Kalimantan mencapai 16,8 juta ha yang dapat digunakan untuk mengembangkan areal pertanian. Lahan pasang surut potensial seluas 9,34 juta ha, hingga kini baru sekitar 3,6 juta ha yang telah dimanfaatkan untuk pemukiman transmigrasi dan swadaya petani. Kontribusi lahan tersebut terhadap produksi kacang tanah nasional saat ini kurang dari 10%, padahal kekurangan produksi nasional rata-rata 200.000 t/tahun dan USAha tani kacang tanah pada lahan tersebut paling menguntungkan. Pengembangan kacang tanah pada lahan kering masam berhadapan dengan kemasaman tanah tinggi, pH rata-rata <4,50, kejenuhan Al tinggi, miskin kandungan hara makro terutama P, K, Ca, dan Mg, dan kandungan bahan organik rendah, sedangkan untuk lahan pasang surut selain hal tersebut juga masalah pengendalian air. Lahan pasang surut umumnya memiliki kemasaman tanah tinggi (pH rendah), miskin hara yang esensial bagi kacang tanah, yakni P, K, dan Ca, serta unsur Al dan Fe yang bersifat racun bagi tanaman. Karenanya, masalah hara dan peluang keracunan Al dan Fe harus diatasi agar sesuai untuk kacang tanah. Terhadap masalah biofisik tersebut diantisipasi dengan teknologi pengendalian pH, Fe, dan Al dengan ameliorasi lahan menggunakan kapur dan pupuk kandang. Penanaman varietas toleran lahan masam, seperti Kelinci dan Tapir akan mengurangi penggunaan kapur. Pada lahan pasang surut untuk masalah luapan air dikendalikan dengan teknologi pengelolaan air makro dan mikro. Untuk mendapatkan hasil kacang tanah sekitar 1,5–2,0 t/ha polong kering, dosis pupuk 45 kg N, 90 kg P 2 O 5 dan 50 kg K 2 O per hektar pada populasi 250.000 tanaman/ha atau jarak tanam 40 cm x 10 cm dan 1 tanaman/rumpun dapat digunakan sebagai patokan. Dengan demikian, pengembangan kacang tanah di lahan kering masam dan lahan pasang surut memiliki harapan yang baik karena: (a) secara alamiah kacang tanah adaptif pada lahan masam, (b) bernilai ekonomis dan memiliki keunggulan komparatif dibanding tanaman pangan lainnya, (c) permintaan kacang tanah dalam negeri sangat besar, dan (d) tersedia teknologi generik seperti: pengelolaan air, pengendalian Al, Fe, dan pH, varietas toleran, dan pengelolaan LATO. Guna mendapatkan hasil yang optimal dalam pengembangan lahan kering masam atau lahan pasang surut, disarankan bahwa teknologi generik yang tersedia disintitesis melalui pengkajian sehingga didapatkan teknik produksi lebih spesifik.