Adapun upaya pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan menggunakan ketentuan-ketentuan yang ada dalam KUHP selama ini dinilai kurang memadai. Oleh karena itu, pada pada tahun 1999 diundangkan UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang menganut sistem pembuktian terbalik terbatas. Ketentuan tersebut dijamin dalam Pasal 37 UU No. 31 Tahun 1999, yang memungkinkan diterapkannya pembuktian terbalik yang terbatas terhadap delik tertentu dan mengenai perampasan harta hasil korupsi. Sulitnya memperoleh bukti dan saksi dalam mengungkap kasus korupsi sebagai salah satu penyebab kejaksaan mengalami kesulitan untuk dapat menyeret pelaku korupsi di depan pengadilan.